Jaminan Keamanan Pangan Hasil Laut: Uji Histamin di Laboratorium Prodia Food Health Laboratory

Untitled design 24 - Jaminan Keamanan Pangan Hasil Laut: Uji Histamin di Laboratorium Prodia Food Health Laboratory

Penulis: Muhammad Fadhil Fathiah, S.Si
Research and Product Development

Mutu Produk Perikanan

Indonesia, sebagai negara kepulauan, memiliki berbagai sumber biota laut yang dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Biota laut yang dapat dikonsumsi meliputi udang, kerang, kepiting, cumi-cumi, gurita, dan berbagai jenis ikan laut. Makanan dari laut kaya akan nutrisi karena memiliki kandungan berupa protein, asam lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan tersebut bermanfaat baik bagi kesehatan tubuh manusia mulai dari menjaga kesehatan organ jantung, otak, tulang dan sendi, hingga membantu menjaga kesehatan fisik manusia. Namun, sebelum sumber pangan laut siap untuk dikonsumsi, diperlukan langkah-langkah untuk menjamin mutu dan kualitasnya.

Dalam menjamin mutu dan keamanan produk perikanan, pemerintah Indonesia, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 57 tahun 2015 tentang sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan serta Peningkatan Nilai Tambah Produk Hasil Perikanan. Peraturan ini menjadi pedoman bagi pelaku industri makanan hasil laut untuk memastikan keamanan pangan & penulusuran produk perikanan di seluruh tahapan produksi hingga ke tangan konsumen. Salah satu tantangan yang dihadapi pelaku industri perikanan adalah kontaminasi mikroorganisme. Produk hasil perikanan rentan terkontaminasi mikroorganisme karena sifatnya yang tinggi kadar air serta mengandung lemak dan protein, menjadikan produk pangan ini memadai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu tanda kontaminasi mikroorganisme adalah penurunan kualitas protein (denaturasi protein) yang ditandai dengan terbentuknya senyawa hasil pembusukan bakteri, salah satunya histamin.

Histamin

Histamin merupakan senyawa bioamina yang terbentuk dari proses dekarboksilase asam amino histidin. Bakteri penghasil histamin diantaranya dari genus Proteus, Hafnia, Klebsiella, Eschericia, dan Clostridium (Krell et al. 2021). Kelompok bakteri tersebut umum ditemui pada bagian jeroan ikan sehingga penyimpanan ikan pada suhu ruang berpotensi meningkatkan kadar histamin seiring dengan lama waktu penyimpanan (Fatunie et al. 2014). Penelitian menunjukkan bahwa kadar histamin pada ikan lemuru (Sardinella lemuru) meningkat secara signifikan saat ikan disimpan pada suhu ruang dalam waktu tertentu (Satyadharma 2022). Kadar histamin yang tinggi pada produk pangan perikanan menjadi salah satu indikator penurunan mutu dan potensi risiko bagi keamanan pangan.

Baca Juga:  Pemeriksaan EKG dalam Medical Check Up: Deteksi Dini untuk Kesehatan Jantung Optimal

Histamin disintesis dari L-histidine melalui aktivitas enzim Histidine Decarboxylase (HDC) yang umumnya disekresikan oleh sel mastosit dan basofil setelah mendapat sinyal dari reseptor sebagai respon terhadap kontaminasi bakteri. Selain itu, beberapa bakteri, seperti genus Pseudomonas, juga dapat memetabolisme histamin. Dalam proses metabolisme, histamin diubah menjadi asam imidazol-4-asetat (ImAA) yang berfungsi sebagai perantara utama dalam jalur degradasi histamin (Gambar 1).

Jalur katabolisme histamin pada bakteri P. aeruginosa
Gambar 1. Jalur katabolisme histamin pada bakteri P. aeruginosa (Krell et al. 2021)

Sebanyak 11 jenis protein (HinABCDEFGHIJK), yang dikodekan oleh empat wilayah genomik berbeda (kelompok hin1 (hinABCD), hin2 (hinFLHG), hin3 (hinIJ), dan gen hinK), diperlukan untuk degradasi histamin. Jalur katabolisme berlangsung dalam enam tahap, diawali dengan mengubah histamin menjadi asam aspartat, kemudian masuk ke dalam siklus asam trikarboksilat (TCA) sebagai asam fumarat (Krell et al. 2021). Proses ini memungkinkan bakteri memanfaatkan histamin sebagai sumber karbon dan energi yang mendukung pertumbuhan dan aktivitas metabolismenya, terutama dalam kondisi aertobik. Kemampuan ini juga memungkinkan bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak pada daging ikan komersial yang terkontaminasi.

Baca Juga:  Tips Keamanan Pangan Industri FnB Selama Ramadan

Prinsip pengukuran histamin dilakukan berdasarkan dari hasil reaksi enzim histamine dehydrogenase (HDH), yang mengkatalis oksidasi histamin menjadi 4-amidazolilaldehida dengan bantuan 1-metoksi-5-metilfenazini metil sulfat (PMS) sebagai mediator elektron yang stabil terhadap cahaya. Proses reaksi melibatkan garam tetrazolium yang larut dalam air (WST). Ketika WST direduksi, terbentuk zat berwarna formazan yang dapat diukur pada panjang gelombang 420 nm (Gambar 2). Tingkat perubahan warna akan sebanding dengan konsentrasi histamin pada sampel. Nilai konsentrasi kemudian akan dihitung secara otomatis menggunakan alat yang digunakan (Tobeña et al. 2021).

Gambar 2 Prinsip pengukuran histamin secara kolorimetri (Tobeña et al. 2021)
Gambar 2 Prinsip pengukuran histamin secara kolorimetri (Tobeña et al. 2021)

Batas Aman Kadar Histamin

Kebijakan dalam penentuan kadar histamin telah diatur oleh Badan Pangan Dunia (FAO) melalui Uni Eropa (EU) menetapkan batas kadar histamin antara 100-200 mg/kg untuk produk spesies ikan yang mengandung histamin tinggi dan Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat. menetapkan batas aman histamin pada 50 mg/kg untuk porsi ikan yang layak dikonsumsi. Kebijakan dalam negeri terkait histamin juga tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388:2009 tentang batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan yang menetapkan kadar maksimum adalah 100 mg/kg.

Kadar histamin yang tinggi pada produk makanan menimbulkan potensi gejala sesuai jenis kadar dan sensitifitas tubuh manusia. Histamin pada kadar rendah (<50 mg/kg) dapat menginduksi sensasi hangat dan kemerahan pada kulit. Pada kadar sedang (50-100 mg/kg) individu mulai merasakan sensasi panas atau gatal di kulit hingga terjadi rasa mual. Histamin kadar tinggi (100-200 mg/kg) dapat menimbulkan kesulitan bernapas, jantung berdebar, tekanan darah rendah hingga kejang parah. Potensi resiko tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan deteksi kadar histamin sebelum produk didistribusikan secara luas.

Baca Juga:  Transformasi Kesehatan Pekerja Sebagai Kunci Produktivitas dan Kesejahteraan

Deteksi histamin pada produk pangan hasil perikanan dapat dilakukan di Laboratorium Food Health Laboratory (FHL). Dengan teknologi canggih dan pengukuran yang akurat, FHL membantu mendeteksi kadar histamin yang berpotensi membahayakan kesehatan. Melakukan pemeriksaan ini secara rutin memberikan jaminan kualitas dan mengurangi risiko masalah kesehatan akibat konsumsi pangan laut yang tercemar. Untuk informasi lebih lanjut terkait uji histamin, hubungi Prodia Food Health Laboratory di (0361)4491-897 atau klik di sini.

Daftar Pustaka

  • Fatuni YS, Suwandi R, Jaecob AM. 2014. Identifikasi kadar histamin dan bakteri pembentuk histamin dari pindang badeng tongkol. JPHPI. 17 (2): 112-118.
  • Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2015. Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 57 Tahun 2015 tentang sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan serta peningkatan nilai tambah produk hasil perikanan. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
  • Krell T, Gavira JA, Velando F, Fernández M, Roca A, Monteagudo-Cascales E, Matilla A. 2021. Histamine: a bacterial signal molecule. Int.J.Mol.Sci. 22: 1-17.
  • Satyadharma WA, Perwira IY, Kartika IWD. 2022. Studi perubahan kandungan histamin ikan lemuru (Sardinella lemuru) pada kondisi suhu ruang terbuka. Curr. Trends. Aq. Sci. V (1): 7-11.
  • [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Batas maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. SNI 7388:2009. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
  • Tobeña A, Dueñas S, Boix M. 2021. Validastion study of biosystems Y15 histamin dehydrogenase kit for the detection of histamine in fish and fishery products: AOAC performance tested method 072001. Jurn. AOAC Int. 104(3): 693 – 711.